Mau
pilih mempertahankan hubungan atau beralih ?. Orang yang berpikir ideal tentu
akan memilih mempertahankan hbungan.
Apalagi, konsep perkawinan bagi kebanyakan orang adalah hal yang sacral.
Bahkan, tak sedikit yang memandang lembaga perkawinan adalah sebuah kebanggaan.
Lembaga
perkawinan adalah symbol harga diri. Jadi, mempertahankan status perkawinan
adalah mempertahankan harga diri, he he.
Kalau
mau jujur, banyak orang yang sedang
merasa terjebak dalam sebuah ikatan perkawinan. Mau cerai, kasihan anak-anak.
Atau, khawatir dengan biaya hidup karena secara keuangan sangat tergantung
pasangan. Tak sedikit juga yang berpikir bercerai adalah melanggar norma.
Tak
sedikit juga orang yang merasa menyesal karena setelah menikah ternyata
pasangan ternyata bukan orang yang sesuai harapan. Ekstrimnya, ada yang sampai “menggugat”
Tuhan karena meakdirkan berjodoh dengan orang yang dianggap tidak baik. Kata Allah,
perempuan baik itu untuk lelaki baik. Kata Allah juga, perempuan keji adalah untuk lelaki keji. Tetapi, kok saya
orang baik berjodoh dengan orang keji ya?.
Jika
sedang terjebak dalam pikiran “’menggugat’’ takdir Samg PEncipta seperti diatas, sebaiknya
segera istighfar. Bukan apa-apa, ukuran
baik dan tidak baik bukan berdasarkan sudut pandang sendiri. Baik menurut kita
kan belum tentu baik menurut Allah Samg Peguasa makhluk. Jangan-jangan, baik menurut kita adalah keji menurt Allah ?.
Baik,
teman-teman yang sedang berpikir bertahan atau move on!. Ada baiknya kita
mencari tahu kenapa Allah Sang Penguasa makhluk
mendesain perkawinan.
Ternyata, perkawinan itu didesain
Sang Maha Pencipta dengan tujuan untuk
menentramkan. Tak percaya ?. Coba saja Tanya ustadz atau guru ngaji. Jangan Tanya
kyai, sebab dalam budaya jawa, kebo pun bisa mendapat gelar kyai, he he.
Lalu,
kenapa banyak orang yang tak mendapatkan ketentraman dalam perkawinan ?. Tak
ada salahnya mengevaluasi diri. Mungkin, diantara keduanya tak ada zona
toleransi yang disepakati. Atau, mungkin saja kita salah memilih pasangan.
Tetapi, apapun itu hanya akan berguna bila ada kesediaan untuk merubah diri.
Sebenarnya,
yang lebih penting bukanlah kenapa
sebuah perkawinan tak memberikan ketentraman. Yang lebih penting adalah
bagaimana secara bersama pasangan itu meraih ketentraman.
Kalau
sudah berpikir demikian, cobalah ‘’lihat’’
hati kita. Ketentraman itu soal hati. Bila hati penuh dengan ketulusan dan kebugaran, ketentraman
itu otomatis telah jadi miik kita.
Bahkan, energy ketentraman yang tumbuh
dari kebugaran hati akan menular. Ia
seperti aura yang juga menentramkan bagi orang diseklilingnya.
Susah
?. Tentu saja amat susah. Kalau gampang kan dunia akan penuh dengan orang
baik. Kalau dunia penuh dengan orang
baik, di neraka setan bakal tak ada temannya. Betul kan ?.
Betul
ataupun tidak, kita anggap saja bukan persoalan. Atau, bukan persoalan yang
cocok untuk dibicarakan dalam tulisan ini.
Fokusnya kali ini adalah milih move on atau bertahan ?.
Karena
itu, pertanyaan susulannya adalah apakah ada masih ada rasa tentram dalam ikatan perkawinan yang sedang dijalani
?. Apakah telah optimum meraih ketentraman bersama pasangan ?. Kalau
sudah tak ada rasa tentram, kalau
upaya meraih rasa tentram sudah optimum tapi tak berhasil bagaimana ?. Ya
sudahlah,’’ move on’’ saja. Toh, perceraian adalah halal meski tak disukai
Allah.
Post a Comment