Oleh-Oleh Lustrum

MODUS 
Ini hanya cerita fiksi, bila ada kesamaan tempat atau nama, hanya kebetulan saja.
Lustrum telah usai. Gaungnya masih membahana di memori Aima bagai awal cerita yang baru akan dimulai. Lustrum kali ini terasa berbeda., sudah ada beberapa sosok yang tiada dan beberapa guru yang sudah tutup usia. Sedikit warna sendu dalam pikiran Aima ketika mengingat sosok guru yang dikenang murid-muridnya, Pak guru yang baik hati dan penyabar, meski ketika jam pelajaran beliau selalu disiplin.  Lustrum kali ini Aima kehilangan sosok itu, tidak cuma Aima , murid yang lainnyapun merasa kehilangan beliau.
Disisi lain , salut untuk panitia yang sudah bekerja keras demi terlaksananya acara lustrum ke XIII SMU ini dengan sukses, berpekan pecan rangkaian acara berlangsung meriah dan mengesankan . Demi cinta pada almamaternya.     Aima tertegun sejenak ketika ada yang menyapa  dan memanggil namanya : “ Teh, ingat ga pada Kakak ini?” . Seorang adik kelasnya menghadang Aima dan   menunjuk kepada seorang alumni yang duduk didekatnya. 
Aima mencoba untuk mengingat-ingat barangkali wajah itu pernah dikenalnya ketika menjadi siswa di sekolah ini, empat  belas  tahun yang lalu. Wow…..empat  belas tahun yang lalu bukan waktu yang singkat untuk  mengingat kembali wajah seseorang yang pernah dikenal. Aima bukan gadis remaja lagi, dan yang berhadapan di depannyapun tentu sosok yang sudah tak bisa dikenali Aima saat itu. Hemh…..Aima belum sempat mengingatnya ketika tiba-tiba  orang itu memeluk Aima dengan cara yang mengagetkan. Seolah-olah seorang yang mengenal Aima sejak dahulu kala, Aima cuma terbengong, tetapi dia tak ingin mengecewakan orang baru itu dan mengangguk mengiyakan ketika orang itu bertanya dengan nada pasti : “ Aima….kita kan dulu suka bincang-bincang…, Aima kita kan dulu sering ngobrol akrab……, masa kamu lupa pada saya? Saya kan sangat mengenalmu…., dulu rambut pendek sebahu,ikal, tebal dan hitam…., kamu…..,kamu kan sudah sangat kukenal….mosok lupa pada kakak? Coba ingat-ingat padaku say…..” pintanya merayu dan membujuk Aima  untuk mengakuinya.
            Aima tak berhasil mengingat nama orang itu, ia segera membaca name tag yang ada dihadapannya, terbaca : A N I N D I TA – 46   , begitulah yang terbaca……, tapi Aima tak berhasil juga mengingat nama pemilik wajah itu, ya sudahlah Aima memutuskan untuk berpura-pura mengingatnya……” oh…..iya….ya…aku ingat….Kak ANIN “ ….”  Oh  iya……kita pernah , bahkan sering ngobrol-ngobrol ya…..”. Aima dengan gaya polosnya mengiyakan pernyataan kakak kelasnya itu, tetapi jauh di dalam hatinya ada rasa ingin tertawa untuk mentertawakan  “action” dirinya sendiri, karena hanya dirinya yang tahu bahwa itu hanya “action” saja. Dia mulai berfikir untuk  iseng  melanjutkan actionnya.            Aima memang bukan pemain watak yang berbakat, tetapi ia punya kebiasaan “menantang” perasaannya untuk berani mengkondisikan suasana menjadi seperti serius.
            Sedikit terlintas dalam pikirannya ………” mungkin…..ini ada kaitannya dengan keisengan Aima beberapa belas tahun  yang lalu……, pada saat remaja,pada saat pikiran & perasaanya masih belum genap dewasa, pada saat pikiran dan mental Aima belum cukup siap menghadapi masa itu, belum siap dengan segala ambisi anak remaja untuk bersaing meski hanya sekedar perhatian sekalipun ,ya pasti ada kaitannya dengan kesan orang terhadap dirinya atas peristiwa itu, hal kecil memang, tapi Aima berhasil ber “action” menutupi kebodohan dan kenekadannya. Aima bisa bertahan dengan cemoohan dan ejekan orang-orang sekelilingnya, baik itu kakak kelas beberapa tahun diatasnya  maupun adik-adik kelas berikutnya, dulu. Bukankah hal itu dia lakukan atas “saran pskikolognya”?  Dan metode IMUNISASI HATI ITU menjadi kekuatan bagi Aima untuk melewati masa remajanya dengan baik dan selamat.
            Tidak ada alasan bagi Aima untuk tidak berani tampil dihadapan teman-teman , orang orang yang dulu, beberapa belas tahun  yang pernah mencemooh dan mengejek serta mentertawakannya, Aima tahu, bukan hanya perasaannya yang saat itu bicara bahwa “Orang-orang sekeliling  dirinya mencemooh, mengejek dan mentertawakan”  Ah sehebat apa sih peristiwa itu sampai membuatnya  merasa terpuruk pada saat kejadiannya? Hal sepele sebetulnya……, sangat sepele, sehingga Aima pun sejak lama sudah bisa melupakan peristiwa kecil itu.  
            Bagaimana tak disebut besar kalau sejak kejadian itu , sebuah Sekolah Katolik di sebuah kota merubah peraturan dan system pendidikannya dengan nyata. Padahal berpuluh tahun sebelumnya sekolah itu hanya menerima  siswi/ putri,  dan siapapun yang mengajar di situ, baik guru maupun Kepala Sekolahnya adalah lebih banyak perempuan. Beberapa lama kemudian survey membuktikan bahwa metode pendidikan seperti itu tidak sehat untuk perkembangan jiwa maupun mental serta emosional seseorang. Aima yang dikenal  guru-guru Sekolah Katolik itu, sebagai siswa yang cerdas dan periang , mendapat kesulitan besar atas perkembangan emosinya, dia benar-benar mengalami hal yang sangat asing dalam pergaulan di luar sekolahnya setelah bersekolah sembilan tahun lamanya dari usia TK sampai lulus SMP ia hanya mengenal  lingkungan perempuan. Ia tidak siap memasuki dunia yang diluar  itu. Tak siap memasuki dunia remajanya hanya dengan bekal nilai-nilai bagus tanda prestasi sekolahnya.Ia perlu ilmu bagaimana cara berinteraksi dengan teman-teman  laki-laki maupun perempuan.
            Aima dikejutkan lagi dengan ucapan sang kakak kelas yang disertai ungkapan yang mengherankan ; “Aima aku sedang mempersiapkan diri untuk menjadi “single parent” pada usia pensiun, padahal anakku masih sedang kuliah baru semester 4 “ dengan nada (dibuat- buat memelas). Ah lebay! Fikir Aima. Apa maksudnya ?, kemudian dia melanjutkan ceritanya tentang KDRT. Seketika Aima tersadar……itu kan cerita yang dia karang dalam novelnya.   Novel yang Aima tulis sekedar menghidupkan kembali hobbynya. Kenapa kakak kelasnya meniru-niru dan menyama-nyamakan ceritanya? Seketika itupula rasionalitas Aima  terusik, rasionalitas sehatnya bangkit sesadar-sadarnya…….., Aima segera mengendalikan diri untuk tidak terhanyut dari  sikap memelas kakak kelasnya, yang seolah-olah dia sedang dalam keadaan butuh bantuan materil untuk dirinya dan anaknya, memohon dikasihani. Dengan tidak menampakkan perubahan sikap, Aima tetap tenang sambil posisi memeluk sang kakak kelas,  dan berusaha untuk menampakkan sikap turut simpati dan empati. Aima berusaha mengimbangi dan mendengarkannya. Drama satu babak berlangsung, mungkin sang Kakak kelas berfikir kalau Aima yang sekarang adalah masih Aima yang ada dalam pikiran masa lalunya. Sang kakak kelas masih berfikir seperti beberapa belas tahun yang lalu?......…..Aima tertawa dalam hatinya,……oooh……, jadi dia percaya dengan apa yang kutulis dalam novel? Bahkan dia percaya kalau Aima saat ini adalah single parent? Hampir Aima terkekeh……., ketika menyadari bahwa kakak kelasnya bertanya lagi : “ Benarkah Aima pernah pacaran dengan Lintang, teman sekelasku? “  Tanya Anin, kaka kelas Aima .            Anindita tidak tahu….bahwa…..itu sekedar novel yang terinspirasi dari lapangan kehidupan, padahal mengenai Aima sendiri, sudah lama dia menemukan bahagianya, Allah sudah memberi segalanya untuk Aima dan  ananda tercintanya, jodoh, karier, dan kehidupan yang sejahtera dan penuh kasih saying. Aima sekedar menyampaikan pesan untuk para pembaca novelnya, bahwa tak ada sesuatu yang kebetulan, semua dijalaninya dengan perjuangan do’a, dengan harapan dan kecemasan serta, dipenuhi dengan pembelajaran dari Yang Maha Kuasa, yang Maha Pembuat Skenario , hem….amazing…..
            Ah mereka tidak tahu….apa yang sebenarnya terjadi, dan mereka tidak tahu bahwa yang Aima lakukan adalah sekedar imunisasi hati atas saran psikolognya, dengan demikian Aima menjadi seorang  wanita yang penuh percaya diri, tegar dan sanggup survive. Meski jauh di dalam hati ada rasa tidak ridho atas ulah sang kakak kelas yang dulu sempat mempermalukan dirinya dihadapan banyak orang, karena ulah isengnya.  Untuk ukuran Aima yang belum siap menghadapi dunia remajanya,dan itu sudah lama dilupakan Aima. Aima sudah mentertawakankebodohan dan kenekadannya, itulah hal kecil  yang sangat mungkin bisa dilupakan dalam kurun waktu yang singkat sekalipun .  Aima mengakui bahwa ia mendapat pelajaran berharga dari kebodohan  kenekadannya saat itu sebetulnya hal kecil, karena mempermalukan teman atau seseorang yang tak dikenalnya biasa dilakukan oleh siapapun pada siapapun. Ini adalah pembelajaran berharga baginya. 
            Aima menjadi semakin yakin dengan modus yang disampaikan kakak kelasnya yang bernama ANINDITA, kakak kelasnya angkatan 46 itu ,  adalah modus yang Anindita  buat setelah dia membaca novel karyanya. , meskipun begitu ia tetap mendengarkan penjelasan sang kakak kelasnya tentang Nomor  Rekening yang dia berikan pada Aima.Maka Aima terilhami untuk membalasnya dengan sms , Aima membuat e-mail untuk kakak kelasnya yang bernama Anindita :
...................bahkan ….cerita dalam perjalanan hidupku
Empat belas tahun yang lalu pun dimanfaatkan seseorang untuk  menjual action MODUS,
 kesempatan untuk memanfaatkan kelemahan sesorang, mengklaim dirinya pernah menjadi teman dekat,  Aku hanya merasa diberitahu, oleh Yang Maha Tahu…….
Ketika mendengar pertanyaanmu :
“Apakah Aima pernah pacaran dengan Lintang , temanku itu?”. Pertanyaan itu hanya mengingatkan kelakuan seseorang yang sangat tidak menyenangkan, dalam fikiran Aima. 
Sama halnya ketika dia tiba-tiba disapa dan dipeluk oleh kakak kelas yang mengaku sahabat lamanya.
            Dan Aima hanya ingin membuktikan : Betapa Allah SWT. telah membuktikan padanya  : METODE IMUNISASI HATI, yang  dia lakukan dalam kurun waktu itu,  benar-benar bermanfaat , terbukti bahwa: orang yang dulu mencemooh, mentertawakan melecehkan dengan sikap mengejek Aima saat itu dengan bangganya menyebarkan gossip membuatnya bangga dan tersanjung, tetapi membuat harga diri Aima terpuruk, padahal…….dirinya   hanya melaksanakannya SEKEDAR IMUNISASI HATI atas saran psikolognya.
             Hemmmh……….MUDAH BAGI ALLAH UNTUK MENGANGKAT DERAJAT HAMBANYA dihadapan  manusia lainnya, Aima jadi merasa kasihan pada mereka yang masih berfikir seperti fikirannya   empat  belas tahun yang lalu, semoga Allah memaafkan mereka, memaafkan kesalahan teman2nya yang telah menyakiti Aima  dengan cara yang tak mereka sadari .
             Modus tetap MODUS, untuk sementara ; Allah pasti melindungi dan mengijinkan itu terjadi pada Aima. Aima yakin, toh tidak lama lagi akan terbukti juga bahwa MODUS bukan chemistry hati/jiwa yang bisa dibuat seketika, seperti yang Anindita ceritakan pada Aima. Masihkah berfikir sebodoh Aima yang dulu kalian tertawakan & cemooh ? Meski hal yang sangat kecil dan bukan kesalahan? Sedangkal itukah yang ada dalam pikiran mereka???.         Sikap “Mempermalukan” sekecil apapun tentu harus dipertanggung jawabkan di hadapan Nya kelak. Apapun kesan mereka atasnya, Aima akan menghidupkan kembali hobby menulisnya , dalam syiar dan dakwah. Melanjutkan karya tulisnya , “ Meniti Hari Mendaki Bukit” Jilid 2.  Selamat Bermuhasabah kakakku Anindita, Salam Sayang dari Aima. Jakarta 25 April 2016.

Bagi adik-adikku yang penasaran dengan  isi buku “ Meniti Hari Mendaki Bukit”, silahkan kontak : 0813-1484-7271.Buku ini penting dibaca oleh para wanita remaja maupun dewasa, oleh Ikhwan dan akhwat yang ingin kehidupannya indah dan barokah, berasa dan berfikir sesuai fitrah tanpa harus mendhalimi orang lain, meski Cuma sekedar perasaan sekalipun.

Jakarta, 28 April 2016

1 Comments

  1. Kepada saudara2 ku yang kebetulan membaca iklan download Injil, Alkitab dlsb, bila kita memerlukannya untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang kitab suci mereka, tidak ada salahnya membacanya, sekedar pengetahuan dan perbandingan agar semakin yakin bahwa aqidah Islam adalah pegangan kaum muslimin yang harus menjadi pijakan hidupnya seperti QS 5 AYAT 3 Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama bagimu.sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

    ReplyDelete

Post a Comment

Previous Post Next Post