BIOGRAFI TOKOH
Hasan Al-Banna 6

Hasan Al-Banna 6
Tidak sedikit
anggota dan kader Ikhwanul Muslimin sama ada dari Indonesia atau pun Malaysia
yang tidak mengetahui sejarah dan biografi pelopor dan pendiri Ikhwanul
Muslimin yaitu Hasan al-Banna rahimahullah, sehingga kadangkala sebahagian
mereka ada yang lepas dari manhaj pendirinya dan menyimpang jauh dari manhaj
dan akidah yang dipegang oleh Hasan al-Banna. Berikut ini kami akan paparkan
biografi Hasan al-Banna dan manhaj serta akidahnya berdasarkan kitab-kitab yang
ditulis oleh beliau sendiri dan kitab-kitab para tokoh besar Ikhwanul Muslimin
pada fasa pertama era IM.
Hasan
al-Banna dilahirkan pada Ahad 25 Sya’ban 1324 (bertepatan dengan 14 Oktober
1906) di kota Mahmudiyah, sebuah kawasan dekat Iskandariyah. Nama lengkapnya
adalah Hasan bin Ahmad bin Abdurrahman al-Banna. al-Banna berasal dari sebuah
keluarga pedesaan kelas menengah. Keluarganya termasuk penduduk “negeri seribu
menara” Mesir.
Hasan
al-Banna menyelesaikan pendidikan dasarnya di Mahmudiyah. Di tahun ketujuh
dalam usianya, lelaki yang selalu meraih rangking pertama dalam semua jenjang
sekolahnya ini, menyelesaikan hafalan separuh al-Qur’an, kemudian
menyempurnakan hafalannya di sekolah diniyah al-Rasyad. Dan pada usia 14 tahun
Hasan al Banna telah menghafal seluruh Al-Quran. Hasan Al Banna lulus dari
sekolahnya dengan predikat terbaik di sekolahnya dan nombor lima terbaik di
seluruh Mesir. Setelah itu, melanjutkan ke sekolah Mu’allimin Awwaliyah di
Damanhur.
Pada
usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Darul Ulum. dan
menamatkan pendidikan tingginya di Darul Ulum (1923-1927). Demikianlah sederet
prestasi Hasan ketika kecil dan remaja. Selain prestasinya di bidang akademik,
Ia juga memiliki bakat kepimpinan yang cemerlang. Semenjak masa mudanya Hasan
Al-Banna selalu terpilih untuk menjadi ketua organisasi siswa di sekolahnya.
Bahkan pada waktu masih berada di jinjang pendidikan i’dadiyah (semacam SMP),
beliau telah mampu menyelesaikan masalah secara dewasa.
Pada usia 21
tahun, beliau menamatkan pembelajaran di Darul ‘Ulum dan dilantik menjadi guru
di Isma’iliyah. Hasan Al Banna sangat prihatin dengan kelakuan Inggris yang
memperbudak bangsanya. Masa itu adalah sebuah masa di mana umat Islam sedang
mengalami kegoncangan hebat. Kekhalifahan Utsmaniyah (di Turki), sebagai
pelindung umat Islam di seluruh dunia mengalami keruntuhan. Umat Islam
mengalami kebingungan. Sementara kaum penjajah mempermainkan dunia Islam dengan
seenaknya. Bahkan di Turki sendiri, Kamal Attaturk mengkhianati ajaran Islam di
negaranya. Puluhan ulama Turki dihumban ke penjara. Demikianlah keadaan dunia Islam
ketika al Banna berusia muda. Setelah itu, al-Banna menumpukan pada surat kabar
harian al-Ikhwan al-Muslimun.(Bersambung)
Hasan al Banna (7)
Terbentuknya Jama’ah Ikhwanul Muslimin :
Pada bulan Dzulqa’dah 1347 H/1928 di kota Ismailiyah, Hasan al-Banna
bersama beberapa kawannya membentuk dan mendirikan Jama’ah Ikhwanul Muslimin.
Gerakan ini tumbuh dengan pesat dan tersebar di berbagai kelompok masyarakat.
Sebelum mendirikan IM, al-Banna juga ikut mendirikan sebuah jamaah sufi bernama
Thariqah Hashafiyah dan Jamaah Syubban al-Muslimin. Method gerakan yang
diserukan oleh IM adalah bertumpu pada tarbiyah (pendidikan) secara bertahap.
Tahapan tersebut adalah dengan membentuk peribadi muslim, keluarga muslim,
masyarakat muslim, pemerintah muslim, Negara Islam, Khalifah Islam dan akhirnya
menjadi Ustadziyatul ‘Alam (kepeloporan dunia).
Maka mulailah Hasan al Banna dengan dakwahnya. Dakwah mengajak
manusia kepada Allah, mengajak manusia untuk memberantas kejahiliyahan
(kebodohan). Dakwah beliau dimulai dengan menggalang beberapa muridnya.
Kemudian beliau berdakwah di kedai-kedai kopi. Hal ini beliau lakukan teratur
dua minggu sekali. Beliau dengan perkumpulan yang didirikannya “Al-Ikhwanul
Muslimun,” bekerja keras siang malam menulis pidato, mengadakan pembinaan,
memimpin rapat pertemuan, dll. Dakwahnya mendapat sambutan luas di kalangan
umat Islam Mesir. Tercatat kaum muslimin mulai dari golongan buruh/petani,
usahawan, ilmuwan, ulama, dokter mendukung dakwah beliau. Beliau wafat dibunuh
pada 12 Februari 1949 di Kairo oleh penembak misterius yang oleh banyak
kalangan diyakini sebagai penembak ‘titipan’ pemerintah
Abul Hasan Ali an-Nadwi, memberikan kesaksian tentang al-Banna:
“Pribadi itu telah mengejutkan
Mesir, dunia Arab dan dunia Islam dengan gegap gempita dakwah, kaderisasi,
serta jihad dengan kekuatannya yang ajaib. Dalam pribadi itu, Allah Swt, telah
memadukan antara potensi dan bakat yang sepintas tampak saling bertentangan di
mata para psikolog, sejarawan, dan pengamat sosial. Di dalamnya terdapat pemikiran
yang brilian, daya nalar yang terang menyala, perasaan yang bergelora, hati
yang penuh limpahan berkah, jiwa yang dinamis nan cemerlang, dan lidah yang
tajam lagi berkesan. Di situ ada kezuhudan dan kesahajaan, kesungguhan dan
ketinggian cita dalam menyebarkan pemikiran dan dakwah, jiwa dinamis yang sarat
dengan cita-cita, dan semangat yang senantiasa membara. Di situ juga ada
pandangan yang jauh ke depan…”
Hasan Al-Banna berpendapat bahwa Islam adalah agama yang
komprehensif; mencakup semua aspek kehidupan umat manusia. Beliau juga
mengkritik paham sekulerisme yang mendikotomi antara otoritas agama dengan
otoritas politik dan pemerintahan. Dengan lantang Beliau mengungkapkan bahwa
gerakan Islam manapun yang tidak menyertakan permasalahan politik dan
pemerintahan dalam program mereka, maka pergerakan tersebut belum pantas
dinamakan gerakan Islam dalam konsep pemahaman Islam yang komprehensif.
Dakwah Ikhwanul Muslimin dalam
Pandangan Hasan al-Banna :
Hasan al-Banna merapkan kacamata dakwahnya dalam gerakan Jama’ah
Ikhwanul Musliminnya dengan beberapa sikap sebagai berikut :
أما الخلافات الدينية و الآراء المذهبية نجمع ولا نفرق اعلم ـ فقهك الله ـ أولا: أن دعوة الإخوان المسلمين دعوة عامة لا تنتسب إلى طائفة خاصة، ولا تنحاز إلى رأي عرف عند الناس بلون خاص ومستلزمات وتوابع خاصة، وهي تتوجه إلى صميم الدين ولبه، وتود أن تتوحد وجهة الأنظار والهمم حتى يكون العمل أجدى والإنتاج أعظم وأكبر، فدعوة الإخوان دعوة بيضاء نقية غير ملونة بلون
“ Adapun perbedaan agama dan
pendapat-pendapat madzhab, maka kami persatukan dan tidak mencerai beraikan.
Ketahuilah –semoga engkau diberi pemahaman oleh Allah – Pertama, sesungguhnya
dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah yang umum yang tidak dinisbatkan kepada
kelompok tertentu, tidak pula terikat dengan satu pendapat yang dikenal oleh
manusia dengan warna, corak dan tabiat yang khusus. Dakwah kami hanya terfokus
pada jantung agama dan pusatnya, dan bercita-cita menyatukan semua persepsi dan
semangat sehingga perbuatan itu menjadi sangat bermanfaat dan hasilnya agung
lagi besar. Maka dakwah Ikhwanul Muslimin adalah dakwah yang putih, suci yang
tidak tecemari dengan satu warna pun “. [1]
Akidah Hasan al-Banna yang
diterapkan pada gerakan Ikhwanul Muslimin :
Beliau mengatakan :
ونحن نعتقد أن رأي السلف من السكوت وتفويض علم هذه المعاني إلى الله تبارك وتعالي اسلم وأولى بالاتباع
“ Kami bekeyakinan bahwa pendapat
salaf yaitu mendiamkan dan menyerahkan pengetahuan makna-mana ayat
(mutasyabihat) ini kepada Allah Ta’ala adalah lebih selamat dan lebih utama
untuk diikuti “.[2]
Di akhir pembahasan, beliau menyimpulkan :
وخلاصة هذا المبحث أن السلف والخلف قد اتفقا على أن المراد غير الظاهر المتعارف بين الخلق،وهو تأويل فى الجملة واتفقا كذلك على ان كل تأويل يصطدم بالأصول الشرعية غير جائز،فانحصر الخلاف فى تأويل الالفاظ بما يجوز فى الشرع وهو هين كما ترى
“ Kesimpulan pembahasan ini adalah
sesungguhnya ulama salaf dan kholaf sepakat bahwa yang dimaksudkan (dalam
ayat shifat atau mutaysabihat) adalah bukanlah makna zahir yang dipahami antara
manusia, ini disebut dengan takwil jumlah (takwil secara umum). Mereka juga
sepakat bahwa setiap takwil yang bercanggah dengan asal-asal syare’at tidaklah
boleh, maka perbedaan yang terjadi di dalam lafaz-lafaz itu berputar hanya pada
sesuatu yang dibolehkan syare’at saja, dan ini adalah ringan sebagaimana engkau
lihat “.[3]
Dari sini terlihat jelas bahwa akidah beliau metodenya sama persis
dengan metode akidah Asy’ariyyah dan Maturudiyyah. Hal ini pun telah ditegaskan
oleh seorang tokoh besar Ikhwanul Muslimin periode pertama yakni Sa’id Hawa
sebagai berikut :
إنّ للمسلمين خلال العصور أئمتهم في الإعتقاد وأئمتهم في الفقه وأئمتهم في التصوف والسلوك إلى الله عزّ وجلّ فأئمتهم في الإعتقاد كأبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي
“ Sesungguhnya kaum Muslimin sejak
masa-masa yang lalu para imam mereka di dalam akidah dan fiqih adalah para imam
mereka di dalam tasawwuf dan suluk kepada Allah Ta’ala. Maka para imam mereka
di dalam akidah seperti Abil Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturudi “[4]
Dia juga mengatakan :
وسلمت الأمة في قضايا العقائد لإثنين أبي الحسن الأشعري وأبي منصور الماتريدي
“ Umat Islam ini telah menyerahkan
urusan akidahnya pada dua tokoh yaitu Abul Hasan al-As’ari dan Abu Manhsur
al-Maturudi “[5]
Hasan al-Banna Bertasawwuf :
Ia bercerita
awal mula mendapatkan ijazah Thariqat Khashafiyyah :
وفي المسجد الصغير رأيت” الإخوان الحصافية” يذكرون الله تعالى عقب صلاة العشاء من كل ليلة، وكنت مواظبا على حضور درس الشيخ زهران رحمه الله بين المغرب والعشاء، فاجتذبني حلقة الذكر بأصواتها المنسقة ونشيدها الجميل وروحانيتها الفياضة
“ Di masjid ash-Shagir aku melihat
ikhwan khashafiyyah (kumpulam jama’ah thariqat Khashafiyyah) sedang berdzikir
kepada Allah Ta’ala setelah sholat Isya setiap malam. Dan aku selalu rutin
menghadiri pelajaran syaikh Zahran rahimahullah di antara maghrib dan isya’.
Halaqah dzikir itu telah menarik diriku dengan suara-suaranya yang geumuruh dan
nasyidnya yang indah serta kerohanian yang tenggelam “[6]
Ia juga mengatakan :
وظللت معلق القلب بالشيخ حتى التحقت بمدرسة المعلمين الأولية بدمنهور وفيها مدفن الشيخ وضريحه
“ Aku menjadi bergantung hatiku dengan
syaikh hingga aku datang ke madrasah Mu’allimin al-awwaliyyah di Damanhur, dan
di sanalah tempat syaikh dimakamkan…”[7]
Kemudian ia melanjutkan :
فكنت مواظبا على الحضرة في مسجد التوبة في كل ليلة وسألت عن مقدِّم الإخوان فعرفت أنه الرجل الصالح التقي الشيخ بسيوني العبد التاجر، فرجوته أن يأذن لي بأخذ العهد عليه ففعل، ووعدني بأنه سيقدمني للسيد عبد الوهاب عند حضوره، ولم أكن إلى هذا الوقت قد بايعت أحدا في الطريق بيعة رسمية وإنما كنت محبا وفق اصطلاحهم.وحضر السيد عبد الوهاب – نفع الله به – إلى دمنهور وأخطرني الإخوان بذلك فكنت شديد الفرح بهذا النبأ ….. حيث تلقيت الحصافية الشاذلية عنه وأدبني بأدوارها ووظائفها
“ Aku
selalu rajin dan rutin menghadiri majlis tersebut di masjid Taubah setiap
malam, dan aku menanyakan kepada muqaddim (pemuka) tersebut, maka aku tahu
bahwa beliau adalah seorang laki-laki shalih yang telah berjumpa syaikh..maka
aku mengharap untuuk mengidzinkan aku mendapat perjanjian bersamanya, dan
beliau menjanjikanku untuk menemukanku kepada syaikh Abdul Wahhab jika sudah
datang, padahal aku sejak dulu hingga masa kini belum pernah berbaiat dalam
satu thariqah dengan seorang pun dengan baiat yang resmi, aku dulu hanyalah
seorang yang mencintai mereka. Kemudian hadirlah sayyid Abdul Wahhab ke
Damanhur, lalu aku diajak berjumpa dengannya. Aku sangat senang sekali dengan
kabar baik ini, karena aku mendapatkan langsung baiat thariqah Khashafiyyah
asy-Syadziliyyah darinya, lalu beliau mengajarkan dan mendidik aku serta
memberikan tugas-tugasnya “[8]
Ini suatu
pengakuan dari Hasan al-Banna bahwa beliau adalah seorang shufi yang mengambil
baiat thariqah Khashafiyyah asy-Syadziliyyah dari syaikh Abdul Wahhab. Bahkan
al-Banna membuat satu jam’iyyah perkumpulan thariqah ini di kota Mahmudiyyah
yang merupakan cikal bakal jama’ah Ikhwanul Muslimin ini.
Sa’id Hawa
pun mengakui ke-tasawwufan Hasan al-Banna dalam menerapkan dakwah Ikhwanul
Musliminnya, ia mengatakan :
وبنفس الوقت أريدُ أن يتعرف المسلم على معنى الحقيقة الصوفية التي هي سمات دعوة الأستاذ البنَّا
“ Di waktu itu juga, aku
berkeinginan agar seorang muslim itu tahu makna shufiyyah yang sebenarnya yang
merupakan sifat dakwah ustadz Hasan al-Banna “[9]
Sa’id Hawa juga mengatakan :
لقد تتلمذت في باب التصوف على من أظنهم أكبر علماء التصوف في عصرنا, وأكثر الناس تحقيقا به وأذن لي بعض شيوخ الصوفية بالتربية, وتسليك المريدين
“ Aku sungguh telah berguru (menjadi
murid) dalam bab tasawwuf kepada orang yang aku anggap ulama yang paling besar
dalam bertasawwwuf di masa ini, dan ulama yang paling banyak mengamalkan tasawwufnya
dengan sebenarnya, dan sebagian guru shufi kami telah member idzin untuk
melakukan tarbiyyah dan mendidik para murid “[10]
Selalu Mengadakan Acara Maulid Nabi :
وأذكر أنه كان من عادتنا أن نخرج في ذكرى مولد الرسول صلى الله عليه وسلم بالموكب بعد الحضرة ، كل ليلة من أول ربيع الأول إلى الثاني عشر منه من منزل أحد الإخوان
“ Aku ingatkan bahwa di antara tradisi
kami adalah kami melaksanakan peringatan Maulid Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam
di Maukib setelah hadrah setiap malam mulai tanggal satu hingga tanggal dua
belas Rabi’ul Awwal di salah satu rumah anggota kami “[11]
Pandangan syaikh al-Qardhawi
tentang manhaj Ikhwanul Muslimin :
Dalam Majalah “ al-Mujtama “ bilangan : 1370 yang
keluar pada tanggal 25 Jumadil Akhir 1420 H atau bertepatan dengan tanggal 5
Mei 1999 M, yang bertepatan acara berlalunya masa 70 tahun Ikhwanul Muslimin
dalam berdakwah, tarbiyah dan berjihad, disebutkan pada judul “ Keutamaan
Dakwah Ikhwanul Muslimin “. Syaikh al-Qardhawi mengeluarkan pandangannya
terhadap dakwah Ikhwanul Muslimin dengan dua poin penting, salah satu pointnya
adalah tentang keterkaitan Ikhwanul Muslimin dengan Asy’ariyyah. Syaikh
al-Qardhawi mengatakan :
واتهام الإخوان بأنهم من الأشاعرة ، لا ينتقص من قدرهم ، فالأمة الإسلامية في معظمها أشاعرة أو ماتريدية ، فالمالكية والشافعية أشاعرة ، والحنفية ما تريدية
والجامعات الدينية في العالم الإسلامي أشعرية أو ماتريدية ، الأزهر في مصر ، والزيتونة في تونس ، والقرويين في المغرب ، وديوبند في الهند ، وغيرها من المدارس والجامعات الدينية .فلو قلنا : إن الأشاعرة ليسوا من أهل السنة !! لحكمنا بالضلال على الأمة كلها ، أو جلها ، ووقعنا فيما تقع فيه الفرق التي نتهمها بالانحراف
“ Persangkaan
Ikhwanul Muslimin yang mengaku sebagai Asy’ariyyah, tidaklah mengurangi
kehormatan mereka, kerana umat Islam pada umumnya (majoritinya) adalah
berakidah Asy’ariyyah dan Maturudiyyah. Malikiyyah dan Syafi’iyyah adalah
Asy’ariyyah, Hanafiyyah adalah Maturudiyyah. Semua fakultas Agama di seluruh Negeri
adalah Ast’ariyyah dan Maturudiyyah, al-Azhar di Mesir, Zaitunah di
Tunis, Qarwiyyin di Maroko, Daiduban di Hindi dan selainnya dari
sekolah-sekolah dan Fakultas Agama. Seandainya kami katakan “ As’ariyyah
bukanlah Ahlus sunnah, maka sama saja kami menghukumi sesat terhadap seluruh
umat ini atau secara umumnya, maka kami akan jatuh pada perpecahan yang kami
anggap sebagai penyimpangan “
Ini
juga merupakan pengakuan syaikh al-Qardhawi bahwa mayoritas umat Muslim di
seluruh belahan dunia ini adalah berakidahkan Asy’ariyyah dan Maturudiyyah,
Alhamdulillah ini sebuah pengakuan yang jujur. Kemudian al-Qardhawi melanjutkan
:
ومن ذا الذي حمل لواء الدفاع عن السنة ومقاومة خصومها طوال العصور الماضية غير الشاعرة والماتريدية؟؟؟ وكل علمائنا وأئمتنا الكبار كانوا من هؤلاء
:الباقلاني ، الإسفراييني ، إمام الحرمين الجويني ، أبو حامد الغزالي ، الفخر الرازي ، البيضاوي ، الآمدي ، الشهرستاني ، البغدادي ، ابن عبدالسلام ، ابن دقيق العيد ، ابن سيد الناس ، البلقيني ، العراقي ، النووي ، الرافعي ، ابن حجر العسقلاني ، السيوطي ،
( ومن المغرب
) : الطرطوشي ، والمازري ، والباجي ، وابن رشد
(( الجد
)) ، وابن العربي
[ المالكي
] ، والقاضي عياض ، والقرطبي ، والقرافي ، والشاطبي ، وغيرهم
(ومن الحنفية
) : الكرخي ، والجصاص ، والدبوسي ، والسرخسي ، والسمرقندي ، والكاساني ، وابن الهمام ، وابن نجيم ، والتفتازاني ، والبزدوي ، وغيرهم
.
والإخوة الذين يذمون الأشاعرة بإطلاق مخطؤون متجاوزون ، فالأشاعرة فئة من أهل السنة والجماعة ، ارتضتهم الأمة ، لأنهم ارتضوا الكتاب والسنة مصدرا لهم ، ولا يضيرهم أن يخطئوا في بعض المسائل ، أو يختاروا الرأي المرجوح أو حتى الخطأ ، فهم بشر مجتهدون غير معصومين ، ولا توجد فئة سلمت من الزلل والخطأ فيما اجتهدت فيه ، سواء في مسائل الفروع أم في مسائل الأصول ، وكل يؤخذ من كلامه ويرد عليه إلا الرسول المعصوم صلى الله عليه وسلم
“ Siapakah yang membawa panji pembelaan Ahlus sunnah
dan tekun memerangi musuh Islam sepanjang masa yang lalu kalau bukan ulama dari
Asy’ariyyah dan Maturudiyyah ???
Semua ulama besar dan para imam kita adalah
dari kalangan mereka; al-Baqilani, al-Isfaraini, imamul Haramain al-Juwaini,
Abu Hamid al-Ghazali, al-Fakhr ar-Razi, al-Baidhawi, al-Aimidi,
asy-Syahrastani, al-Baghdadi, Ibnu Abdissalam, Ibnu Daqiqil Id, Ibnu
Sayyydinnas, al-Balqini, al-Iraqi, an-Nawawi, ar-Rafi’i, Ibnu Hajar
al-Atsqalani dan as-Suyuthi. Dari Maroko ada imam ath-Thurthusyi, al-Maziri, al-Baji,
Ibnu Rusyd (datukku) dan Ibnul ‘Arabi al-Maliki, al-Qadhi Iyadh, al-Qurthubi,
asy-Syathibi dan lainnya. Dari kalangan Hanafiiyyah ada imam al-Khurkhi,
al-Jashshas, ad-Dabusi, as-Sarkhasi, as-Samarqandi, al-Kasani, Ibnul Himam,
Ibnu Nujaim, at-Tiftizani, al-Bazdawi dan lainnya.
Saudara kita yang mencaci asy’ariyyah secara
serampangan, maka mereka adalah salah dan ekstrem. Asy’riyyah adalah sebuah
kelompok dari Ahlus sunnah al Jama’ah, yang telah diridhai umat, karena mereka
menjunjung al-Quran dan Sunnah sebagai landasan, maka tidaklah membahayakan
mereka sedikit kesalahan dalam beberapa masalah, atau mereka memilih pendapat
yang lemah atau salah, maka mereka adalah manusia yang berijtihad lagi tidak
ma’shum. Tidak akan ditemukan suatu umat yang selamat dari kesalahan ketika
berijtihad. Sama ada dalam amsalah furu’ atau masalah usul. Semua pendapat bisa
diterima dan bisa ditolak kecuali ucapan Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam “.
Demikianlah
pandangan seorang cendikiawan muslim Prof. Dr Yusuf al-Qardhawi mengenai dakwah
Ikhwanul Muslimin dan Asy’ariyyah.
Sebagian kaum
salafi-wahabi menghukumi Hasan al-Banna dan Ikhwanul Muslimin sebagai paham dan
dakwah yang menyimpang dari agama, hingga salah satu dari mereka mengarang
sebuah kitab berjudul “ Itsbaat Fasadi
Manhaj wa Dakwah Hasan al-Banna Wajama’atul Ikhwan, Wa annahaa laitsa ‘ala
manhajis salaf “ yang artinya “ Menetapkan kerusakan manhaj dan dakwah
Hasan al-Banna dan Jama’ah Ikhwanul Muslimin, dan dia bukanlah berlandas manhaj
salaf “. Dinilai sesat kerana Hasan al-Banna menrapkan thariqah dan tasawwuf,
juga kerana akidahnya mengikuti akidah sebagian as’ariyyah yang mentafwidh
makna shifat. Juga kerana dianggap banyak membuat prinsip-prinsip bid’ah dalam
berdakwah dan benegara.
Semoga yang
singkat ini, menjadi renungan bagi para jama’ah Ikhwanul muslimin di Indonesia
dan Malaysia. (Bersambung)
Post a Comment