Masyhur, tak selamanya jadi jaminan. Begitulah yang
terjadi pada “doa berbuka puasa”. Doa yang selama ini terkenal di masyarakat,
belum tentu shahih derajatnya.
Terkabulnya doa dan ditetapkannya pahala di sisi
Allah ‘Azza wa Jalla dari setiap doa yang kita panjatkan tentunya adalah
harapan kita semua. Kali ini, mari kita mengkaji secara ringkas, doa berbuka
puasa yang terkenal di tengah masyarakat, kemudian membandingkannya dengan yang
shahih. Setelah mengetahui ilmunya nanti, mudah-mudahan kita akan
mengamalkannya. Amin.
Doa Berbuka Puasa yang Terkenal di Tengah Masyarakat
Lafazh pertama:
اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت
“Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan
rezeki-Mu aku berbuka.”
Doa ini merupakan bagian dari hadits dengan redaksi
lengkap sebagai berikut:
عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِيَّ
صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ،
وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ
“Dari Mu’adz bin Zuhrah, sesungguhnya telah sampai
riwayat kepadanya bahwa sesungguhnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
berbuka puasa, beliau membaca (doa), ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika
afthortu-ed’ (ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku
berbuka).”[1]
Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, dan
dinilai dhaif oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud.
Penulis kitab Tahdzirul Khalan min Riwayatil Hadits
hawla Ramadhan menuturkan, “(Hadits ini) diriwayatkan oleh Abu Daud dalam
Sunannya (2/316, no. 358). Abu Daud berkata, ‘Musaddad telah menyebutkan kepada
kami, Hasyim telah menyebutkan kepada kami dari Hushain, dari Mu’adz bin
Zuhrah, bahwasanya dia menyampaikan, ‘Sesungguhnya jika Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau mengucapkan, ‘Allahumma laka shumtu wa
‘ala rizqika afthartu.’”[2]
Mua’dz ini tidaklah dianggap sebagai perawi yang
tsiqah, kecuali oleh Ibnu Hibban yang telah menyebutkan tentangnya di dalam
Ats-Tsiqat dan dalam At-Tabi’in min Ar-Rawah, sebagaimana al-Hafizh Ibnu Hajar
berkata dalam Tahdzib at-Tahdzib (8/224).[2]
Dan seperti kita tahu bersama bahwa Ibnu Hibban
dikenal oleh para ulama sebagai orang yang mutasahil, yaitu bermudah-mudahan
dalam menshohihkan hadits-ed.
Keterangan lainnya menyebutkan bahwa Mu’adz adalah
seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits
mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al
Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if.[3]
Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath
Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud
bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta).
Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat
ini dho’if.[4]
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini
adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah.[5]
Lafazh kedua:
اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ
أَفْطَرْت
“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala
rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman,
dan dengan rizki-Mu aku berbuka).”
Mulla ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan ‘wa bika
aamantu‘ adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a
tersebut shahih.”[6]
Artinya do’a dengan lafazh kedua ini pun adalah do’a
yang dho’if sehingga amalan tidak bisa dibangun dengan do’a tersebut.
Berbuka Puasalah dengan Doa-doa Berikut Ini
Do’a pertama:
Terdapat sebuah hadits shahih tentang doa berbuka
puasa, yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ
إِنْ شَاءَاللهُ
“Dzahabazh zhoma’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatal
ajru insya Allah-ed.”
[Telah hilanglah dahaga, telah basahlah
kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki](Hadits
shahih, Riwayat Abu Daud [2/306, no. 2357] dan selainnya; lihat Shahih
al-Jami’: 4/209, no. 4678) [7]
Periwayat hadits adalah Abdullah bin Umar
radhiyallahu ‘anhuma. Pada awal hadits terdapat redaksi, “Abdullah bin Umar
berkata, ‘Jika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau
mengucapkan ….‘”
Yang dimaksud dengan إذا أفطر adalah setelah makan
atau minum yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah
“membatalkan” puasanya (berbuka puasa, pen) pada waktunya (waktu berbuka, pen).
Oleh karena itu doa ini tidak dibaca sebelum makan atau minum saat berbuka.
Sebelum makan tetap membaca basmalah, ucapan “bismillah” sebagaimana sabda Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam,
إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى
فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ
اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ
“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka
hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah
Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu
(dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”. (HR. Abu Daud no. 3767 dan At
Tirmidzi no. 1858. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)
Adapun ucapan وثبت الأجر maksudnya “telah hilanglah
kelelahan dan telah diperolehlah pahala”, ini merupakan bentuk motivasi untuk
beribadah. Maka, kelelahan menjadi hilang dan pergi, dan pahala berjumlah
banyak telah ditetapkan bagi orang yang telah berpuasa tersebut.
Do’a kedua:
Adapun doa yang lain yang merupakan atsar dari
perkataan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma adalah,
اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ
كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ
“Allahumma inni as-aluka bi rohmatikal latii wasi’at
kulla syain an taghfirolii-ed”
[Ya Allah, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala
sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku](HR. Ibnu Majah: 1/557, no. 1753;
dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam takhrij beliau untuk kitab al-Adzkar; lihat
Syarah al-Adzkar: 4/342) [8]
—
[1] Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, Kitab ash-Shaum,
Bab al-Qaul ‘inda al-Ifthar, hadits no. 2358.
[2] Tahdzirul Khalan min Riwayatil Hadits hawla
Ramadhan, hlm. 74-75.
[3] Lihat Irwaul Gholil, 4/38-ed.
[4] Lihat Irwaul Gholil, 4/37-38-ed.
[5] Lihat Zaadul Ma’ad, 2/45-ed.
[6] Mirqotul Mafatih, 6/304-ed.
[7] Syarah Hisnul Muslim, bab Dua’ ‘inda Ifthari
ash-Shaim, hadits no. 176.
[8] Syarah Hisnul Muslim, bab Dua’ ‘inda Ifthari
ash-Shaim, hadits no. 177.
Referensi:
Irwaul Gholil fii Takhrij Ahadits Manaris Sabil,
Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani, Al Maktab Al Islami, cetakan kedua, 1405
H
Mirqotul Mafatih Syarh Misykatul Mashobih, Mala ‘Ali
Al Qori, Asy Syamilah.
Syarah Hisnul Muslim, Majdi bin ‘Abdul Wahhab
al-Ahmad, Disempurnakan dan Dita’liq oleh Penulis Hisnul Muslim (Syekh Sa’id
bin Ali bin Wahf al-Qahthani).
Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, Syekh Muhammad
Nashirudin al-Albani, Maktabah al-Ma’arif, diunduh dari www.waqfeya.com (URL:
http://s203841464.onlinehome.us/waqf…/books/…/32/sdsunnd.rar)
Tahdzirul Khalan min Riwayatil Hadits hawla
Ramadhan, Syekh Abdullah Muhammad al-Hamidi, Dar Ibnu Hazm, diunduh dari
www.waqfeya.com (URL:
http://ia311036.us.archive.org/0/items/waq57114/57114.pdf)
Zaadul Ma’ad fii Hadyi Khoiril ‘Ibad, Ibnu Qoyyim Al
Jauziyah, Tahqiq: Syaikh ‘Abdul Qodir ‘Arfan, Darul Fikr, cetakan pertama, 1424
H (jilid kedua).
Post a Comment